Endless Love

Fiksi:

Pernah sekali saat aku sedang melihat ke arah jendela, datang sebuah mobil yang parkir tepat di depanku. Sepasang opa oma berada di dalamnya. Sang opa yang menyetir bertubuh kurus tinggi, sang oma duduk di sebelahnya bertubuh gemuk dan agak pendek. Dilihat dari raut wajahnya dan rambut putihnya, usia mereka kira-kira di sekitar 70-an.

Setelah selesai parkir, sang opa dengan sigap keluar dari mobil menuju ke bagasi, mengeluarkan sebuah kursi roda yang terlipat. Segera kutawarkan diriku untuk membantunya, namun dengan senyuman niatku ditolaknya dengan halus. Dengan sigap dan waktu singkat, kursi roda telah siap dan didorong menuju pintu samping. Terlihat sekali sang opa sudah sangat terbiasa untuk membuka kursi roda dari lipatannya. Kemudian kubantu membukakan pintu mobil, sementara sang opa menuntun sang oma untuk duduk di kursi rodanya. Setelah kututup pintu mobilnya, lalu kubukakan pintu Kafeku untuk mereka. Mereka berkata terima kasih dengan senyuman tulusnya.

Itu kali pertama mereka berkunjung ke Kafeku. Sejak itu aku jadi akrab dengan mereka. Mereka cukup sering datang. Dalam sebulan bisa 2-3 kali berkunjung. Selalu di atas jam 8 malam baru mereka datang. 1 grilled chicken steak with mushroom sauce dan 2 air putih. Selalu itu yang mereka pesan. Hanya sang opa yang makan, sementara sang oma sudah makan terlebih dahulu di rumah. Itu sebabnya mereka selalu datang di atas jam makan malam. Sang oma selain menderita osteoporosis yang parah, juga menderita diabetes yang menyebabkan makanannya harus benar-benar dijaga.

Mereka tinggal di perumahan di belakang Kafeku dengan hanya ditemani seorang pembantu untuk membersihkan rumah dan memasak. Sang opa yang senantiasa merawat sang oma, mulai dari menyuntikkan insulin setiap pagi, hingga memandikannya, memakaikan bajunya, dan juga menyisir rambutnya. Begitu juga apabila menonton televisi, sang opa yang dengan sabar mendeskripsikan visual gambar kepada sang oma dikarenakan mata sang oma yang sudah rabun.

Sungguh kukagumi cinta mereka yang luar biasa itu. Pasangan yang ideal. Mereka bahkan telah melewatkan ulang tahun perkawinan emas beberapa tahun yang lalu. Hebat sekali.

Beberapa kali bahkan sang opa memesan secara khusus kepadaku untuk memesan buket bunga untuk diberikannya kepada sang oma. Dan seperti layaknya remaja yang kasmaran, sang oma akan menerimanya dengan tersipu-sipu bahagia. Sang oma memang penggemar bunga sejati. Ah, di usianya yang sudah senja pun cinta mereka masih menggelora.

Begitu pula sebaliknya, pernah sekali dua kali, sang oma minta tolong kepadaku untuk membelikan sebuah CD dari artis favorit sang opa. Sang opa memang pada masa mudanya adalah seorang pemusik sehingga sampai usia senja pun masih mengikuti perkembangan musik dunia. Tak pernah sekalipun aku merasa berat dengan permintaan mereka. Justru aku malah senang bisa membantu mereka saling memberikan hadiah. Saat kulihat kegirangan yang muncul saat salah satu dari mereka menerima hadiahnya, itu adalah salah satu saat-saat yang membahagiakan dalam hidupku. Melihat kebahagiaan yang tiada tara terpancar dari raut wajah mereka.

Mereka dikaruniai 6 orang anak dengan 15 cucu. Sebuah keluarga besar. Namun karena kesibukan masing-masing anak dan juga rumah mereka yang berjauhan, maka tidak setiap saat mereka bisa berkumpul. Kemana-mana mereka terbiasa hanya berdua. Ke pesta perkawinan, ke Gereja, atau bahkan hanya sekedar berjalan-jalan di pantai atau Mal. Hanya sekali saat sang opa berulang tahun ke 76, mereka semua berkumpul di sini. Ramai sekali. Semua berbahagia.

Hingga suatu saat, sudah sebulan lebih mereka tak pernah datang. Aku mulai khawatir. Namun aku tak pernah tahu alamat lengkap mereka. Setiap hari kutunggu kedatangan mereka. Ah semoga mereka sehat-sehat saja.

Sampai pada suatu malam, sang oma datang. Tapi tidak dengan sang opa, namun bersama seorang anak dan cucunya. Sang oma terlihat lesu dan matanya kosong. Dari anaknya kutahu bahwa sang opa telah dipanggil oleh Nya. Mendadak, tanpa ada tanda-tanda apapun. Sang oma menderita kehilangan yang amat sangat. Dan baru kali ini mau diajak keluar dari rumahnya, untuk ke Kafeku, memesan grilled chicken steak kegemaran opa, di 40 hari setelah opa berpulang.

Tak ada yang memakan steak itu. Hanya didiamkan saja di meja. Dengan air mata yang mengucur deras dari sang oma.

Setelah cukup lama mereka berdiam disitu, hanya terkadang saja sang anak membisikkan kata-kata penghiburan di telinga sang oma, sang oma memanggilku. Tangannya menggenggam tanganku dengan gemetar. Senyumnya sekilas tersungging di bibirnya, sambil berkata lirih,”Terima kasih.

Aku hanya bisa tersenyum. Itu adalah terakhir kali aku bertemu dengan sang oma. Mungkin setelah itu sang oma pindah ke rumah salah satu anaknya.

Hanya doa yang bisa kupanjatkan… Semoga opa berbahagia di Surga…

(Fiction, by Arman, Jakarta, Septermber 14, 2007)

Non Fiksi:

Pas hari anniversary gua yang lalu, pas gua lagi pulang dari kantor, pas lagi udah mau masuk ke pager kompleks apartemen…. Gua secara gak sengaja ngeliat ke arah restoran di sebrang apartemen gua. Restoran ini kecil tapi dari yang gua baca-baca review nya, restoran ini adalah fine dining restaurant dan harganya sangat mahal! Resto ini ceritanya tempatnya romantis gitu, jadi rame banget pas lagi Valentine kemaren.

Nah malem itu, pas di saat gua ngeliat ke arah sana, ada taxi yang lagi berhenti tepat di depan restoran itu. Trus sopir taxi nya lagi megangin pintu belakang, sementara dari pintu sisi yang lain seorang kakek-kakek yang udah bongkok (kira-kira kalo gua tebak sih umurnya mungkin 80-an kali ya) tergopoh-gopoh nyamperin pintu yang sedang dibuka ama si sopir.

Sampe disini gua jadi terdiam dan gak jadi masuk ke kompleks apartemen.

Trus si kakek dengan sigap memapah sang nenek yang sedang berusaha untuk keluar dari taxi. Si nenek keliatan susah banget untuk jalan jadi emang harus dituntun ama si kakek. Trus si kakek bayar ongkos taxi, trus mereka sama-sama masuk restoran.

Duh… gua ngeliat itu langsung terpikir, mungkin mereka lagi mau ngerayain anniversary nya sambil makan berdua di restoran mewah. Atau mungkin sekedar nge-date sambil nostalgia pas masa muda dulu, mungkin resto itu punya kenangan manis buat mereka.

So sweet yaaaaa…. Mereka masih niat melakukan itu walaupun udah rada susah jalannya, bahkan bela-belain harus naik taxi karena mungkin sang kakek udah gak terlalu bisa melihat jelas kalo nyetir sendiri.

Gua langsung mikir dalam hati, gua dan Esther juga harus begitu. Sampe tua pun, kita harus tetep menjaga keromantisan dan kemesraan. Salah satunya dengan pergi nge-date berdua ya kalo ntar anak-anak (cieee anak-anak lho… berarti lebih dari 1 ya… :P) udah pada punya keluarga sendiri-sendiri.

Kejadian kedua adalah pas kita ke San Diego kemaren. Pas kita naik bus untuk keliling kebun binatang, barengan ama kita ada rombongan yang rameeeeeee banget. Isinya beberapa keluarga gitu beserta anak-anaknya. Mungkin ada sekitar 3-4 keluarga gitu deh. Pas udah di bus gua baru nyadar, kalo pasangan tua yang duduk persis di depan gua adalah kakek neneknya.

Dan si kakek nenek itu mesraaaa banget lho. Selama duduk si kakek selalu ngerangkul bahu si nenek. Si nenek pun badannya nempel ke si kakek. Pas udah turun dari bus pun mereka gandengan. Mesraaa banget, walaupun mereka perginya rame-rame ama anak-anak dan cucu-cucunya.

Duh iri sekali gua ngeliatnya. Rasanya kalo di posisi mereka pasti udah bahagia banget ya…. Ngumpul rame-rame ama keluarga, semua sehat dan rukun. Dan tetep mesra ama pasangan. What a perfect family!

Jadi senyum-senyum gua nginget-ngingetnya… 🙂 Tapi bener lho keromantisan dan kemesraan itu emang harus dijaga… Jangan jadi tua jadi penghalang… Mau muda, mau tua, kita tetep harus mesra ama pasangan. Karena pasangan kita itu yang akan nemenin kita seumur hidup. Bener gak??

In memoriam:

Cerita fiksi di atas terilhami oleh opa-oma gua. Oma gua emang osteoporosis parah sampe gak gitu bisa jalan. Kalo jalan mesti pake kruk. Jadi kalo kemana-mana harus pake kursi roda. Opa gua sendiri sehat-sehat aja kecuali pendengarannya yang agak kurang. Jadi sampe akhir hidupnya pun opa masih nyetir sendiri lho kemana-mana. Dan dia yang ngejagain oma. Dia yang mandiin oma. Dia yang makein oma baju. Dia yang memapah oma masuk dan keluar mobil. Dia yang dengan sigap nyiapin kursi roda. Kemana-mana ya mereka pergi berdua. Terutama untuk ke Gereja tiap hari Minggu. Mesra ya… 🙂 Ya walaupun mereka gak bergandengan tangan kalo jalan, walaupun gua gak pernah ngeliat mereka ciuman, tapi apa yang mereka lakukan itu udah sangat mesra menurut gua… 🙂

Sampe ternyata Tuhan berkehendak lain, opa dipanggil duluan. Oma sampe shock berat (kita semua juga shock sih, gak nyangka banget soalnya). Dia merasa kehilangan banget. Kehilangan teman hidup. Kehilangan soulmate nya. Untung oma masih kuat dan hampir di tanggal yang sama, 2 tahun kemudian, oma nyusul opa. Itu kejadiannya 2 minggu sebelum gua married.

Dan gua yakin sampe sekarang pun mereka sedang asik-asiknya menikmati ‘masa pacaran’ lagi di atas sana. 🙂