Being A Dad

I am not perfect. And never be.

But I always do my best for my family.

Gua bukan orang kaya. Kita tinggal di condo yang kecil (mungkin terlalu kecil buat kita berempat) dan sederhana. Kita lagi nyoba nyari condo yang lebih besar tapi so far belum dapet yang sesuai kantong. Karena kita nyarinya maunya yang tetep di area tempat tinggal kita sekarang (karena deket dari kantor) dan daerah kita tinggal ini nih sekarang harganya naik gila-gilaan. Banyak temen-temen gua nyaranin untuk pindah jauhan biar dapet rumah yang lebih besar karena emang rata-rata temen kantor gua ya gitu rumahnya pada jauh-jauh. Tapi gua gak bisa tinggal jauh. Gua gak bisa waste my time selama 2-3 jam sehari di jalan. 2-3 jam itu bisa buat ngobrol ama anak-anak, anter les, ngajarin piano, biola, nyanyi dan nemenin Emma tidur. Gua gak bisa kayak orang lain yang ketemu anaknya cuma beberapa menit sebelum anaknya tidur atau beberapa menit sebelum berangkat sekolah. Emang tiap orang prioritasnya beda-beda ya. More money (a.k.a bigger house) or more time? Emang bener yang orang bilang time is money ya. I chose time. I chose my time with my family.

I might not have enough savings for my retirement.

But I am building memories with my family.

Mungkin kedengeran kayak keputusan yang bodoh buat sebagian orang. Tapi gua yakin seyakin-yakinnya ini keputusan yang tepat buat keluarga gua. 😀

Kok bisa yakin?

Suatu hari pas kita lagi ke open house, gua overheard realtor nya tanya si Andrew (sementara gua lagi keliling-keliling liat rumahnya), “what do you want to be when you grow up?”

Andrew jawab dengan cepat dan mantap, “I want to be a dad”.

Realtor nya sampe kaget. Gua juga kaget.

Pas ditanya lagi kenapa, dia bilang,”because my Dad takes care of me and I want to be just like him”. Realtor nya trus bilang ke gua,”wowthat must be the biggest compliment for you!”. 

Yes, it was. And that was how I felt so sure about my choice. 😀

 

 

Iklan